KONSTITUSI NEGARA INDONESIA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Sang Illahi Robbi yang mana atas berkat dan Rahmat-Nyalah kami bisa menyelesaikan makalah ini, tak lupa sholawat dan salam marilah kita limpah curahkan
kepada Guru besar kita Yakni Nabi Muhammad SAW, junjungan umat islam pembawa kebenaran di muka bumi. Terimakasih tidak lupa kepada teman-teman
di fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas PGRI Adi Buana Surabaya yang telah memberikan sumbangsih sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Makalah ini merupakan sebuah tugas dalam mata kuliah Teori Hukum dan Konstitusi yang dibuat oleh penulis guna menunjang proses belajar di perguruan tinggi yang kini tengah dijalani oleh penulis. Adapun judul makalah ini adalah “Konstitusi Negara Indonesia”. Di dalam makalah ini dijelaskan tentang konstitusi yang berlaku di Indonesia serta Perencanaan dan Pengesahan UUD 1945 maupun Hubungan UUD ’45 dengan Pancasila dan dengan Pembukaan UUD ’45 dengan dosen pengampu Drs. Atnuri,SH. Sebagai mahasiswa hukum sudah menjadi kewajiban bagi penulis untuk lebih memahami tentang konstitusi yang menjadi dasar hukum di negeri ini. Pemahaman tentang konstitusi akan berdampak pula pada
pemahaman filosofi hukum yang berlaku di Indonesia.
Oleh karena itu dengan pembuatan makalah ini, penulis berharap pemahaman penulis serta pembaca tentang konstitusi di Indonesia akan lebih baik. Makalah ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi yang membutuhkan baik bagi dunia pendidikan ataupun para akademisi yang ingin meningkatkan atas pengetahuanya walaupun dengan segala keterbatasanya
makalah ini dalam memberikan informasi, apabila ada kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf yang sebesar – besarnya, karena kehilafan itu adalah sifat manusia yang nyata didunia, maka segala saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi kemajuan, sangat kami harapkan.
Akhir kata dari penulis mengucapkan banyak terima kasih.
Wasalamua’laikum wr.bb.
Surabaya, Oktober 2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia memulai sejarahnya sebagai sebuah bangsa yang masih muda dalam menyusun pemerintahan,
politik, dan administrasi negaranya. Landasan berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan sebuah
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Pancasila adalah nilai-nilai kehidupan
Indonesia sejak zaman nenek moyang hingga dewasa ini. Berdasarkan hal ersebut terdapatlah perbedaan antara masyarakat Indonesia dengan masyarakat lain. Tanggal 18 Agustus 1945 melalui panitia persiapkan kemerdekaan Indonesia.
Kesepakatan bersama tersebut sifatnya luhur,tidak boleh diganti ataupun diubah. Masyarakat pancasila pula yang hendak kita wujudkan, artinya suatu masyarakat Indonesia modern berdasarkan nilai luhur tersebut. Untuk mewujudkan
masyarakat pancasila, diperlukan suatu hukum yang berisi norma-norma, aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati oleh setiap warga Negara Indonesia.
Indonesia adalah negara hukum. Terbukti dengan adanya konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang – Undang Dasar 1945, seperti yang kita kenal saat ini. Tapi seolah-olah warga negara Indonesia, tidak menganggap adanya UUD 1945 tersebut. Terbukti bahwa mereka sangat tidak menghiraukan hukum, dengan melakukan
berbagai macam penyimpangan-penyimpangan hukum, baik hukum sosial, maupun HAM. Selain itu, ketata negaraan pun terdapat didalam Undang-undang Dasar 1945 yang sejauh ini telah mengalami amandemen sebanyak empat kali. Amandemen
jelas bisa saja terjadi, dikarenakan peradaban manusia yang bisa saja berubah.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) tersebut mengatur berbagai
macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembaga-lembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan
prinsip demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno, pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945.
Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga dapat memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa ‘’Badan Permusyawaratan’’
berubah menjadi ‘’Majelis Permusyawaratan Rakyat’’ dengan anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan
seluruh wakil golongan. Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen).
Salah satu wewenang MPR hingga saat ini yaitu mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam mengubah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, anggota MPR tidak dapat mengusulkan pengubahan
terhadap Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 (satu pertiga) dari jumlah anggota MPR. Setiap usul pengubahan diajukan secara tertulis dengan menunjukkan secara jelas pasal yang diusulkan
diubah beserta alasannya.
Usul pengubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diajukan kepada pimpinan
MPR. Setelah menerima usul pengubahan, pimpinan MPR memeriksa kelengkapan persyaratannya, yaitu jumlah pengusul dan pasal yang diusulkan diubah yang disertai alasan pengubahan yang paling lama dilakukan selama 30 (tiga puluh)
hari sejak usul diterima pimpinan MPR. Dalam pemeriksaan, pimpinan MPR mengadakan rapat dengan pimpinan fraksi dan pimpinan Kelompok Anggota MPR untuk membahas kelengkapan persyaratan. Jika usul pengubahan tidak memenuhi kelengkapan
persyaratan, pimpinan MPR memberitahukan penolakan usul pengubahan secara tertulis kepada pihak pengusul beserta alasannya. Namun, jika pengubahan dinyatakan oleh pimpinan MPR memenuhi kelengkapan persyaratan, pimpinan MPR
wajib menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 (enam puluh) hari. Anggota MPR menerima salinan usul pengubahan yang telah memenuhi kelengkapan persyaratan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum dilaksanakan
sidang paripurna MPR.
Sidang paripurna MPR dapat memutuskan pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% (lima puluh persen) dari jumlah anggota ditambah 1 (satu) anggota. Selama kurun waktu sejak negara ini berdiri, UUD 1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Namun amandemen yang sejatinya menutupi kelemahan yang ada sebelumnya malah menciptakan kelemahan-kelemahan
baru. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat UUD 1945 merupakan salah satu pondasi hukum terpenting negara ini. Jika pondasi ini bermasalah maka tentu saja bisa mengakibatkan kekacauan yang berakibat fatal bagi keberlangsungan
bangsa ini. Oleh karena diperlukan sebuah solusi untuk mencegah hal ini kembali terjadi dimasa mendatang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, dapat dirumuskan masalah-masalah
yang akan dibahas pada penulisan kali ini. Masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kapan UUD 1945 dibuat dan bagaimana Perancangan serta Pengesahan UUD 1945?
2. Bagaimana azaz yang dianut UUD 1945 dengan Pancasila dan Pembukaan UUD 1945?
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan perencanaan dan pengesahan UUD 1945.
2. Menjelaskan pembentukan Komisi Konstitusi sebagai upaya penguatan UUD 1945.
3. Kita tahu keberadaan Pancasila dan konstitusi di negara kita.
4. Lebih meningkatkan pengetahuan tentang UUD 1945.
5. Mengerti dan menghayati setiap butir-butir pasal yang terdapat pada Undang-Undang
Dasar 1945.
6. Menjadikan konstitusi UUD 1945 menjadi konstitusi yang kuat, kokoh, dan dapat diterapkan
oleh warga negara Indonesia dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah:
1. Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang kelemahan UUD 1945 Pasca-empat kali amandemen.
2. Memberikan pemahaman kepada pembaca tentang urgensi pembentukan Komisi Konstitusi sebagai upaya
penguatan UUD 1945.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Sejarah singkat dan Penyusunan Undang-Undang Dasar 1945
Terdahulu telah dijelaskan, bahwa adalah suatu kekeliruan untuk mempergunakan istilah Konstitusi bagi Undang-undang Dasar yang pernah dan sekarang yang berlaku di Indonesia, seperti sebutan Konstitusi
Republik Indonesia Serikat yang seharusnya Undang-undang Dasar Republik Indonesia Serikat.
Sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang di Indonesia telah berlaku 3 macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode, yaitu:
1. Periode 18 Agustus 1945 – 27 desember 1949
2. Periode 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
3. Periode 17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
4. Periode 5 Juli 1959 – 19 Oktober 1999
5. Periode 19 Oktober 1999 – 18 Agustus 2000
6. Periode 18 Agustus 2000 – 9 November 2001
7. Periode 9 November 2001 – 10 Agustus 2002
8. Periode 10 Agustus 2002 – sampai sekarang
Pada periode pertama berlaku Undang-undang Dasar 1945, periode kedua berlaku Undang-undang Dasar
1949, periode ke 3 berlaku Undang-undang Dasar 1945. Permasalahan yang muncul, benarkah naskah UUD 1945 itu berisi pandangan tokoh bangsa kita, dan siapa yang dimaksud tokoh-tokoh bangsa itu? Adakah mereka itu termasuk orang-orang
atau kelompok yang akan mempunyai perhatian besar terhadap Undang-undang Dasar 1945 sebagai konstitusi Negara, ataukah merka itu orang-orang atau kelompok yang benar-benar terlibat langsung dalam mempersiapkan, merumuskan,
dan menetapkan UUD 1945.
Jika yang dimaksud adalh seperti pengertin pertama, bias jadi mereka meliputi orang-orang atau kelompok
tokoh dari angkatan 45, minus angkatan 66, atau lebih luas dari itu, atau seluruh rakyat Indonesia sebelumkemerdekaan. Lain halnya kalau yang dimaksud pengertian yang kedua, berarti tokoh-tokoh bangsa yang disini, yaitu mereka
yang termasuk anggota BPUPKI (sebagai badan yang merancang dan merumuskan UUD melalui siding-sidangnya) dan mereka yang termasuk anggota PPKI (badan yang menetapkan dan mengesahkan UUD).
Ada dau saran yang dapat dikategorikan sebagai
tokoh-tokoh bangsa dalam kaitannya dengan lahirnya UUD 1945 sebagai konstitusi tertulis yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945.
Pertama, tokoh-tokoh bangsa yang terdiri dari orang atau kelompok yang mempunyai perhatian besar terhadap Undang-undang Dasar sebagai konstitusi sebagai
suatu Negara yang merdeka. Dalam kelompok ini dapat digolongkan sebagai tokoh-tokoh dari angkatan 28 yang mempunyai saham besar dalam proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Baru pada tanggal 17 Agustus 1945 tersebut
cita-cita mereka terwujud dalam bentuk Negara yang merdeka dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Di antara tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Agus Salim, Moh. Natsir, Moh. Yamin, Soekarno, Hatta, dan lain sebagainya.
Masih dalam kelompok ini yaitu angkatan 45. Mereka adalah para pelaksana yang meneruskan cita-cita
perjuangan sebelum proklamasi kemerdekaan dan banyak jasanya dalam merealisasikan cita-cita UUD 1945. Di antara tokoh-tokoh pada angkatan ini, terdiri dari kalangan generasi tua, sebagian dari angkatan 28 yaitu Soekarno, Moh.
Yamin, Soepomo, Agus Salim, dan lain sebagainya. Kemudian dari golongan generasi mudanya, ialah Adam Malik, Sukarni, Khirul Salaeh, dan lain sebagainya. Mereka berdiri disaat terjadinya penyimpangan-penyimpangan pelaksanaan
UUD 1945, sehingga mereka menghendaki supaya UUD 1945 dijalankan menurut jiwanya yang murni dan konsekuen.
Kedua, adalah mereka yang langsung terlibat dalam proses penyiapan, perumusan, dan penetapan UUD 1945 baik dalam siding-sidang BPUPKI maupun sidang-sidang
PPKI. Sebelum menyebutkan secara rinci yang dikualifisir termasuk tokoh-tokoh bangsa, terlebih dahulu penulis ketengahkan beberapa istilah. Istilah yang dimaksud yaitu, Perumus Dasar Negara dan Perumus atau Perancang UUD, kedua termasuk dalam keanggotaan BPUPKI.
Perumusan Dasar Negara ialah mereka yang tergabung dalam panitia kecil (sering disebut panitia Sembilan),
yang berhasil mendapatkan persetujuan antara pihak-pihak islam dan pihak kebangsaan dalam membuat Rancangan Pembuatan UUD pada tanggal 22 Juni 1945, yang didalamnya tercantum rumusan Dasar Negara.
Perumus atau Perancang UUD adalah mereka yang termasuk dalam Panitia Kecil Perancang Undang-undang
Dasar ditambah seorang anggota penghalus bahasa.
Jadi penulis berkesimpulan, bahwa yang dimaksud dengan tokoh-tokoh bangsa dalam kaitan dengan judul
dan penulisan ini adalah mereka yang tercantum dalam keanggotaan BPUPKI maupun sebagai anggota PPKI (inklusif didalamnya; Perumusan Dasar Negara dan Perumus dasar UUD). Keanggotaan BPUPKI berjumlah 62 orang, terdiri dari:
Soekarno, Moh. Yamin, R. Koesoemah Atmaja, R. Abdoelrahim Pratlykrama, R. Bagoes
Hadikoesomo, B.P.H Bintoro, R.R Asharsoetedjo Moenandar, Agoes Salim, K.R.T
Radjiman wediodimningrat, R. Soediman, Moh.Hatta,…….……K.H. Masjkoer.
Sedangkan keanggotaan PPKI berjumlah 27 orang, sudah termasuk 6 orang anggota tambahan, yaitu:
Soepomo, Radjiman, Soetardjo, W. Hasjim, Ki
Bagus Hadikusumo, Oto Iskandar Dinata,
Abdul Kadir,.….…Sadjuti Kusuma Sumantri, Moh.Hatta, dan Soekarno (sebagai ketua).
2. Pengesahan Undang-Undang Dasar 1945
Pada tanggal 28 mei 1945, Pemerintah Balatentara Jepang melantik, “Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia” (BPUPKI). Pembentukan BPUPKI ini adalah sehubungan dengan janji pemerintah Jepang yang
diucapkan oleh Perdana Menteri Jepang Kaiso didepan Dewan Perwakilan rakyat Jepang, yang akan memberikan kemerdekaan Indonesia di kemudian hari. Janji tersebut maksudnya agar bangsa Indonesia membantu balatentara Jepang dalam
menghadapi sekutu, karena pada saat itu Jepang terus terpukul mundur dimana-mana oleh sekutu.
BPUPKI ini beranggota 62 orang dengan Dr. K.R.T Radjiman sebagai ketua dan R.P Saroso sebagai Wakil
ketua. Siding BPUPKI ini dapat dibagi dlam dua massa yaitu massa siding pertama dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan massa sidang kedua tanggal 10 Juli 1945 sampai 17 Juli 1945. Pada massa siding pertama Badan itu
telah membicarakan tentang philosofische grondslag, dasar falsafah dari Indonesia merdeka, dan dalam rangka itu pada tanggal 29 Mei 194 dan 1 Juni 1945 Mr. Moh. Yamin dan Ir. Soekarno telah mengucapkan pidatonya. Kedua pidato
tersebut memuat dasar-dasar bagi Indonesia merdeka.
Baru kemudian pada massa sidang kedua, pembicaraan tentang Rancangan Undang-Undang Dasar benar-benar
dilaksanakan dan dibentuklah suatu panitia yang diberi nama Panitia Hukum Dasar dengan anggota terdiri dari 19 orang termasuk ketuanya Ir.Soekarno. Panitia ini kemudian membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari Prof. Mr. Dr.
Soepomo, Mr. Wongsonegoro, R. Soekardjo, Mr. A. Maramis, R. Pandji Singgih, dan Dr. Sukiman, sedangkan ketuanya diangkat Prof. Mr. Dr. Soepomo.
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Kecil telah menyelsaikan tugasnya, dan Memberikan laporan kepada
Panitia Hukum Dasar. Setelah beberapa kali siding, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia menyetujui hasil panitia tersebut sebagai Rancangan Undang-Undng Dasar pada tanggal 16 Juli 1945.
3. Beberapa azaz yang dianut oleh Undang-Undang Dasar 1945
Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara, sebagai Ideologi Negara, patokan berperilaku, jiwa dan
kepribadian bangsa, sumber dari segala sumber hukum. Setiap produk hukum harus bersumber dan tidak boleh bertentangan dengan pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan pegangan dalam berpikir dan memutuskan sesuatu.
1. Azaz Pancasila
Setiap Negara didirikan atas dasar falsafah tertentu. Falsafah itu adalah merupakanperwujudan dari
keinginan rakyatnya. Karena itu setiap Negara memiliki falsafah yang berbeda. Karena falsafah itu merupakan perwujudan dari watak dan keinginan dari suatu bangsa. Pada waktu Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia dalam rapat-rapatnya mencari philosofische untuk Indonesia yang akan merdeka, mereka rumuskan Pancasila sebagai dasar Negara. Hal ini berarti bahwa setiap tindakan rakyat dan Negara Indonesia harus sesuai dengan
Pancasila yang sudah ditetapkan sebagai dasar Negara itu.
Dalam bidang hukum, Pancasila merupakan sumber hukum materiil. Karena setiap isi peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengannya dan jika hal itu terjadi maka peraturan itu harus segera dicabut.
Pancasila sebagai azas bagi hukum Tata Negara Indonesia dapat dilihat sebagai
berikut:
a. Azaz ketuhanan Yang Maha Esa.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa:“………maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa ……”)
Begitu pula batang tubuhnya dapat terlihat rumusan yang mencerminkan azas tersebut, “Negara berdasar
atas Ketuhanan Yang Maha Esa”, dan “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap, penduduk untuk memeluk agamnay masing-masing dan untuk beribadat menurut agamnya”. Ketentuan ini menjadi dasar bagi pemerintah dan alat perlengkapan
Negara lainnya dalam mengatur soal beragama bagi penduduk Indonesia.
Dalam bidang legislatife tercermin pelaksanaan dari azas Ketuhanan Yang Maha Esa antara lain pada
lahirnya Undang-undang Perkawinan (UU. No. 1/1974). Begitu pula dalam bidang yudikatif seperti disebutkan dalam Undang-Undang no 14 tahun 1970 pasal 4 ayat (1) bahwa “Peradilan dilakukan “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN
YANG MAHA ESA” dan ini tercermin dalam setiap keputusan Peradilan umum di Indonesia.
b. Azaz Prikemanusiaan
Selain Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 juga pasal 34 adalah merupakan perwujudan azas Prikemanusiaan
dalam hokum positif Indonesia. Dari segi Legislatif dilihat dari lahirnya Undang-Undang perubahan yang menghilangkan prinsip penghisapan manusia oleh manusia. Dalam bidang eksekutif terlihat pula adanya Departemen Sosial yang
juga berusaha untuk menanggulangi masalah yang banyak kaitannya dengan prikemanusiaan, umpamanya dengan adanya Direktorat bencana alam, yang dengan aktif memberikan bantuan dan menyalurkan bantuan dari masyarakat untuk daerah-daerah
yang terkena bencana alam.
c. Azas Kebangsaan
Azas kebangsaan ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat.
Merdeka berate bahwa bangsa Indonesia bebas untuk menentukan nasibnya sendiri. Dan berdaulat berarti bahwa bangsa Indonesia tidak membolehkan adanya campur tangan dari bangsa lain dalam hal-hal yang merupakan urusan dalam
negeri Indonesia. Untuk mengokohkan azas kebangsaan ini maka dikaitkan pula beberapa lambing seperti lambang Republik Indonesia, Sang Saka Merah Putih, bahasa kesatua bangsa Indonesia adalah bahasa Indonesia, lagu kebangsaan
Indonesia adalah Indonesia Raya, serta lambang kesatuan Negara Indonesia adalah Bhineka Tunggal Ika.
Azas Kebangsaan ini terlihat dalam Pembukaan dan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Realisasinya
terdapat dalam tindakan bangsa Indonesia. Umpamanya dalam mewujudkan maksud pasal 33 bahwa bumi dan air dikuasai oleh Negara dan diusahakan sebanyak-banyaknya untuk kepentingan rakyat.
Dalam bidang legislative azas ini terlihat dengan lahirnya Undang-Undang Kewarganegaraan dan Undang-Undang
tentang Agraria, yang jelas banyak hubungannya dengan kehidupan rakyat Indonesia.
d. Azas Kedaulatan Rakyat
Azas ini terlihat dalm Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyebutkan sebagai berikut:
“Maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia,
yang berkedaulatan rakyat,………….”.(serta pasal 1 ayat (2)102). Azas ini menghendaki agar setiap tindakan dari pemerintah harus berdasarkan kemauan rakyat dan pada akhirnya semua tindakan pemerintah harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada rakyat melalui wakil-wakilnya.
Persetujuan dari rakyat atas tindakan Pemerintah itu dapat ditunjukan bahwa Presiden tidak dapat
menetapkan Peraturan Pemerintah tanpa terlebih dahulu adanya Undang-Undang, artinya tanpa persetujuan rakyat Presiden tidak dapat menetapkan suatu Peraturan Pemerintah. Dan akhirnya pula Presiden harus memberikan pertanggung
jawabannya kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat yang merupakan penjelmaan dari rakyat Indonesia yang memegang kedaulatan rakyat.
Hal ini dapat kita lihat dari pelaksanaan pemilihan umum Presiden pada pemilihan tahun 1971. Ini
tidak lain adalah kehendak rakyat yang dituangkan dalm Undang-Undang no. 15 tahun 1969 dan Pelaksanaan dari Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No. XLII/MPRS/1968. Dan adanya pertanggung jawab tersebut dapat
dilihat dari penjelasan Unang-Undang Dasar 1945, dan kemudian pada Ketetapan Majelis Pemusyawaratan Rakyat No. VI/MPR/1973.
Dalam bidang legislative terlihat perwujudan dari azas Kedaulatan Rakyat pada wewenang yang dimiliki
oleh Dewan Perwakilan Rakyat, sedangkan dari segi Yudikatif terlihat pula azas ini bahwa hakim-hakim agung baru dapat diangkat setelah oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat diusulkan kepada Presiden.
e. Azas Keadilan Sosial
Dalam bentuk lembaga azas keadila social ini dapat dilihat pada adanya Departemen Sosial yang menyelenggarakan
masalh-masalah social dalam Negara. Dalam bidang legislative pelaksanaan dari azas ini terdapat dalam rangka mewujudkan Undang-undang tentang jaminan social. Dalam bidang yudikatif Undang-undang setiap keputusan hakim senantiasa
berpedoman kepada keadilan social. Terutama dengan lahirnya pusat-pusat industry yang memungkinkan timbulnya perselisihan atau sengketa antara pihak pimpinan dan pihak kaum buruhnya, perlu adanya suatu badan yang akan menyelesaikan
sengketa itu tidak secara sepihak dan sewenang-wenang, melainkan dengan berpedoman kepada keadilan social selalu memperhitungkan nasib kaum buruh itu.
2. Azas Kekeluargaaan
Azas Kekeluargaan tidak dijumpai dalam pembukaan, melaikan terdapat dalam batang tubuh Undang-Undang dasar 1945 dan
didalam penjelasannya. Pasal 33 ayat (1) menyebutkan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan”, dan Penjelasan Umum yang menyebutkan bahwa: “Yang sangat penting dalam Pemerintahan
dan dalam hidupnya Negara semangat para pimimpin pemerintahan.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang menopang berdirinya suatu negara. Pancasila merupakan filosofische grondslag dan common platforms atau kalimatun sawa. Pancasila sebagai alat yang
digunakan untuk mengesahkan suatu kekuasaan dan mengakibatkan Pancasila cenderung menjadi idiologi tertutup, sehingga pancasila bukan sebagai konstitusi melainkan Undang-Undang 1945 yang menjadi konstitusi di Indonesia.
Kedudukan dan hubungan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dengan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar
19 45:
Pembukaan Undang-Undang Dasar 19 45 mempunyai kedudukan lebih tinggi dibanding Batang Tubuh Undang-undang
dasar 1945, alasannya:
Dalam Pembukaan terdapat :
1. Dasar negara (Pancasila)
2. Fungsi dan tujuan bangsa Indonesia
3. Bentuk negara Indonesia (republik)
Pembukaan tidak bisa diubah, mengubah sama saja membubarkan negara, sedangkan BT
bisa diubah(diamandeman). Dalam sistem tata hukum RI, Pembukaan UUD 45 memenuhi kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, alasan:
bisa diubah(diamandeman). Dalam sistem tata hukum RI, Pembukaan UUD 45 memenuhi kedudukan sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, alasan:
1. Dibuat oleh pendiri negara (PPKI)
2. Pernyataan lahirnya sebagai bangsa yang mandiri
3. Memuat asas rohani (Pancasila), asas politik negara (republik berkedaulatan
rakyat),
rakyat),
4. Tujuan negara (jadi negara adil makmur)
5. Memuat ketentuan yang menetapkan adanya suatu UUD.
DAFTAR PUSTAKA
Beberapa sumber buku, yaitu sebagai berikut:
1. Prof. Dr. H. Dahlan Thai, S.H M.Si - Dr. Jazim Hamidi, S.H., M.Hum – Dr. Hj. Ni’matul Huda, S.H., M.Hum, 2007, Toeri dan Hukum Konstitusi, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
(pada halaman 86-104)
2. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta, Sastra Hudaya.
(pada halaman 86-115)
Beberapa sumber dari Internet, yaitu sebagai berikut:
diakses pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 19.30 WIB
diakses pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 19.40 WIB
diakses pada tanggal 5 Oktober 2012 pukul 20.00 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar